Banda Aceh – Warsih (46), seorang warga Gampong Alue Deah Teungoh mulai aktif memilah sampah sejak tahun 2015. Bersama ibu-ibu warga gampong lainnya, Warsih bergabung dalam kelompok Waste Collecting Point (WCP). Dalam kelompok ini, Warsih belajar tentang jenis-jenis sampah dan manfaatnya serta cara pemilahannya.
Sebelum hadir program ini, sampah di Gampong Alue Deah Teungoh berserakan disepanjang jalan dan selokan. Banyak juga titik bakar sampah dipekarangan rumah warga. Warga membuang dan membakar sampah karena tidak mengetahui nilai guna sampah.
“Dulu saya tidak mengerti bahwa sampah bisa berguna, dulu kalok ada sampah saya buang atau bakar. Kotak kotak bekas dulu saya bakar, karena tidak laku dijual. Sisa sayuran juga saya buang karena tidak tau nilai gunanya” ujar Warsih saat diwawancarai di rumahnya, di Dusun T Makam, Gampong Alue Deah Teungoh.
Program Waste Collecting Point (WCP) secara harfiah diterjemahkan dari Bahasa Inggris, waste artinya sampah, collecting artinya pengumpulan, dan point artinya titik. Dari terjemahan tersebut dapat diartikan Waste Collecting Point adalah pengumpulan sampah dititik kumpul yang telah ditentukan. Satu titik pengumpulan sampah, menampung sampah dari 20-30 rumah tangga. Pada titik Waste Collecting Point (WCP) ini terdapat tujuh kerangjang pemilahan sampah yaitu kemasan plastik, botol, kaleng, kertas, alumunium, organik dan residu. Gampong Alue Deah Teungoh menjadi pilot project program ini.
Kebanyakan warga menolak jika penempatan titik WCP di dekat rumah mereka dengan alasan sampah ini nantinya akan menimbulkan bau busuk. Namun, Warsih bersedia titik lokasi pengumpulan sampah diletakkan di halaman belakang rumahnya. Menurutnya, sampah yang sudah dipilah tidak menimbulkan bau. Karena sampah organik berupa sisa makanan dan sisa sayur-sayuran, sudah dipisah dan di bawa ke taman gampong untuk diolah menjadi pupuk kompos. Sedangkan sampah residu langsung diangkut petugas DLHK3 untuk dibawa ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
Ibu dua orang anak ini, merasakan perubahan terhadap dirinya sendiri karena Program Waste Collecting Point (WCP). Warsih adalah seorang pedagang. Ia memiliki warung sederhana menjual kebutuhan rumah tangga. Setiap pagi, Warsih menyiapkan sarapan untuk anak-anak dan suami. Selanjutnya Warsih menjaga warung dan membersihkan rumah. Warsih memilah sampah setiap hari. Sampah yang sering dipilah adalah sisa memasak dimasukkan dalam keranjang organik, sisa plastik kemasan jajanan dimasukkan dalam keranjang kemasan plastik, kardus bekas dari belanjaan barang dagangan warung dimasukkan dalam keranjang kertas dan sisa jajanan botol plastik dimasukkan dalam keranjang botol. Semua jenis ini ada nilai jualnya.
“Saya tertarik dengan WCP ini karena ada nilai ekonomisnya ada nilai jualnya” ujar Warsih. Dia melanjutkan bahwa, setiap Senin dan Rabu sampah diambil dan dicatat dalam buku bank sampah oleh petugas DLHK3. Setiap tiga bulan sekali mereka mendapatkan uang hasil penjualan sampah.
Banyak sekali manfaat dari Program Waste Collecting Point (WCP). Pertama, hasil dari penjualan sampah, diperoleh uang sejumlah 70 ribu. Uang ini biasanya digunakan untuk membeli barang-barang perlengkapan rumah tangga dan dibagikan untuk seluruh anggota kelompok WCP. Kedua, lingkungan sekitar gampong menjadi bersih. Tidak ada sampah dijalanan dan selokan. Setiap warga sudah paham jenis sampah dan sudah aktif memilah sampah. (cmd)
Visits: 802